Top Bisnis Online

Trading dan Investasi

ad1

Iklan Gratis

Tampilkan postingan dengan label Maulid. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Maulid. Tampilkan semua postingan
Perjalanan Hidup Nabi Besar Muhammad S.A.W

Perjalanan Hidup Nabi Besar Muhammad S.A.W

"Jadilah kita orang yang pandai menterjemahkan Islam bukan dengan lisan kita tapi dengan sikap, muamalah, kelakuan, istiqamah, ketakwaan kita, keramahan dan kebaikan kita terhadap binatang, bumi dan manusia"

Alhamdulillah atas segala nikmat yang telah Allah berikan sampai hari ini untuk kita, shalawat dan salam selalu tercurah untuk baginda Nabi besar Muhammad S.a.w.

Berkumpulnya kita di sini bukan karena sesuatu hal dunia, harta, jabatan atau hal hal yang berbau dunia, melaikan untuk berkumpulnya para pecinta Rasulullah S.a.w, kerinduan kepada Rasulullah S.a.w. Barang siapa yang di akherat ingin bersama, berkumpul dengan Nabi Muhammad S.a.w, bernaung di bawah bendera Nabi Muhammad S.a.w, di barisan beliau, masuk surga bersama beliau, maka hendaklah di dunia ia melazimkan ajaran-ajaran Nabi Muhammad S.a.w, mentaati dan menjauhi larangan Nabi Muhammad S.a.w, memperbanyak kenangan dan shalawat kepada beliau.

Sesungguhnya Rasulullah S.a.w 15 abad yang lalu, beliau lahir ke dunia ini pada 12 Rabiul Awal, dilahirkan oleh ibunda beliau Assayyidah Aminah pada hari Senin 12 Rabiul Awal. Lahir pada saat-saat sebelum subuh, yang membantu persalinan Sayyidatuna Saffah, ibunda dari Sayyidina Abdurahman bin Auf. Disebutkan bahwa Rasulullah S.a.w tatkala lahir, beliau dalam keadaan bersujud, dalam keadaan telah terkhitan, tali pusar beliau telah putus. Maha besar Allah yang telah menciptakan Nabi Muhammad S.a.w dan Rasulullah jatuh kepelukan Sayyidatuna Saffah dan diberikan kepada ibundanya Nabi Muhammad S.a.w. Lalu beliau menatap kelangit seolah-olah jarinya menunjuk ke langit dan mengucapkan “La ilaha illallah” menunjukan ke-esaan Allah Ta'ala.

Rasulullah disusui oleh Sayyidatuna Halimah yang datang dari perkampungan Sa’at. Dahulu bangsa Arab memberikan anak anak mereka kepada orang yang di kampung untuk disusui, sebab udara di sana lebih bagus dan sejuk. Maka berangkatlah mereka para kaum Sa’at untuk menerima anak-anak yang akan mereka susui. Saat itu Sayyidatuna Halimah adalah seorang yang miskin, unta dan keledai yang beliau gunakan sudah tua, kurus, kering sehingga beliau tertingal dari rombongan. Maka ketika beliau sampai, bayi-bayi dari keluarga kaya sudah diambil oleh teman-temannya, hanya tertinggallah bayi yatim yaitu Rasulullah S.a.w. Pada saat pertama kali Sayyidatuna menatap wajah Rasulullah S.a.w, beliau sudah jatuh hati dan langsung membawanya untuk disusui di kampungnya.

Semua orang tau bahwa itu hanya bayi yatim yang ibu dan kakeknya bisa kasih apa kepada mereka. Maka dari itu mereka tak melihat Rasulullah S.a.w, dibawalah Rasulullah oleh Sayyidatuna Halimah pulang.

Kata Sayyidatuna Halimah “Dulu sebelum Rasulullah datang, setiap malam bayiku selalu menangis sebab kurangnya susu dan gizi, tapi semenjak Rasulullah S.a.w datang, setiap malam aku dapat tidur nyeyak dan bayiku pun dapat tidur nyenyak. Setiap malam bulan purnama aku selalu mematikan lampu minyak karena untuk mengirit bahan bakar minyak yang sulit diperoleh, tapi semenjak Rasulullah datang, rumahku seperti bulan purnama setiap malam seakan akan purnama ada di tengah-tengah kami. Dan rumah kami pun setiap malam tidak membutuhkan lampu minyak lagi”.

Benar yang dikatakan oleh para penyair “Anta syamsu, anta badrun anta nurun fauqo nuri” Yaa Rasulullah engkau bagaikan matahari, bagaikan bulan purnama, cahaya di atas segala cahaya.

Maka jika dalam hidup seseorang dalam kuburnya dia mendapatkan cahaya dalam kuburannya, itu disebabkan cahaya Nabi Muhammad yang ia jalin dengan cinta waktu ia masih hidup. Dan sebaliknya jika dalam wafatnya ia tidak menemukan cahaya dalam kuburnya, itu di sebabkan ia tak mau mengikat cahaya itu dengan cinta kepada Nabi Muhammad S.a.w. Maka tatkala semua manusia dirundung kegelapan pada hari kiamat nanti, di saat matahari Allah padamkan cahayanya, namun cahaya Nabi Muhammad justru akan semakin terang benderang, semakin dicari oleh para Nabi dan manusia. Para sahabat mengatakan “Sungguh aku belum pernah melihat wajah sebelum atau sesudah Rasulullah S.a.w yang lebih indah, tampan dan bercahaya dari wajah Nabi Muhammad S.a.w”.

Lalu ada sahabat yang bertanya “Seperti apakah wajah Rasulullah S.a.w?” ada sahabat yang menjawab “Wajah beliau seperti bulan purnama dan ketika dipandang, wajah beliau lebih indah dari bulan purnama”. Waktu itu pernah ada majelis bersama Rasulullah S.a.w pada malam hari, lantas ada sahabat yang membandingkan wajah Nabi dengan purnama yang ada di atas kepalanya, dia melihat purnama lalu Rasulullah lalu melihat purnama lagi terus sampai ia benar memastikan lalu beliau berkata “Demi Allah, dia bersumpah wajah Rasulullah S.a.w lebih indah dan bercahaya dari pada bulan purnama”. Sampai dikatakan oleh para ulama, seandainya para penyair di seluruh dunia dikumpulkan dan disuruh menceritakan wajah Rasulullah S.a.w, maka tak akan sanggup umur mereka untuk menceritakan keindahan wajah beliau. Sedangkan keindahan itu tidak akan pernah pudar dan usai seperti usia-usia mereka.

Dikatakan Anas bin Malik “Aku selama ikut Rasulullah S.a.w hijrah ke Madinah, tinggal bersamanya selama 10 tahun hingga Rasulullah S.a.w wafat, ketika saat Rasulullah S.a.w pertama kali masuk Madinah, saat itu nampak kota Madinah menjadi terang benderang. Namun ketika Rasulullah S.a.w wafat, nampak pula kota madinah menjadi gelap, usang, suram”.

Dikatakan bahwa Abdullah bin Salam seorang ulama besar Yahudi, dia sangat menanti kedatangan Rasulullah S.a.w ke Madinah, dia salah seorang yang penasaran dengan wajah Rasulullah S.a.w, beliau sangat mengerti tentang kitab Injil dan Taurat yang di dalamnya ada dan seharusnya ada ciri-ciri dari Nabi terakhir, ciri-ciri dari pengikut Nabi yang terakhir, bagaimana sikap dan tanda-tanda Nabi yang terakhir.

Maka tatkala Nabi masuk ke dalam kota Madinah, Sayyidina Abdurahman bin Salam sudah dapat mengenali Rasulullah S.a.w padahal saat itu belum ada foto dan semua orang tidak tau bagaimana wajah Rasulullah S.a.w. Maka pada saat itu dia berkata “Sungguh ketika aku melihat wajah Rasulullah S.a.w aku langsung tau ini bukan wajah pendusta, ini wajah seorang Nabi”. Nabi hijrah ke Madinah pada tanggal 12 Rabiul Awal. Nabi Muhammad S.a.w datang bersama Sayyidina Abu Bakar As Siddiq R.a, para sahabat yang di Madinah kaum Anshar menyambut Nabi dengan “Tola’al badru alaina” telah datang purnama pada kami.

Ketika Rasulullah S.a.w duduk di rumahnya Abu Ayub pada siang hari, penduduk Madinah penasaran yang mana Rasulullah sebab ada Sayyidina Abu Bakar di samping Rasulullah. Mereka menerka-nerka yang mana Rasulullah sampai Sayyidina Abu Bakar mengambil sorbannya dan menutupi wajah Rasulullah dari teriknya matahari maka saat itu mereka tau yang mana Rasulullah S.a.w karena wajah Rasulullah semakin bercahaya terkena sinar matahari dan pancaran dari cahaya dari wajah Rasulullah semakin terang.

Sayyidina Abdullah bin Salam mendapatkan dua kesan terhadap Rasulullah S.a.w yang pertama sebab cahaya yang keluar dari wajahnya Rasulullah S.a.w dan yang kedua ucapan Rasulullah ketika pertama kali datang ke Madinah, beliau Rasulullah mengatakan “Wahai sekalian manusia, sebarkan salam di antara kalian, sebarkan damai di antara kalian, sambung silaturahmi, beri makan manusia, jamu para tamu tamu kalian”. Itulah dua kesan yang didapat oleh Abdulah bin Salam, sebab Rasulullah tidak memanggil kaum muslimin dan muslimun saja tapi “Wahai sekalian manusia”, dikatakan oleh para ulama bahwa orang yang wajahnya tidak dapat memberikan manfaat kepada engkau jangan harap perkataannya akan membawa manfaat dan sebaik-baiknya wajah yang dapat membawa manfaat buat engkau, insya Allah omongannya pun membawa manfaat untukmu.

Maka jadilah kita orang yang pandai menterjemahkan Islam bukan dengan lisan kita, tapi dengan sikap, muamalah, kelakuan, istiqomah kita, ketakwaan kita, keramahan dan kebaikan kita terhadap binatang, bumi dan manusia.

Disebutkan bahwa Nabi wafat pada hari Senin, ulama mengatakan pada 12 Rabiul Awal. Di makamkan pada hari Selasa, menjelang wafatnya beliau sakit dan memerintahkan Sayyidina Abu Bakar untuk menjadi imam shalat berjamaah dan Sayyidina Abu Bakar pun melakukan yang diperintahkan oleh Rasulullah S.a.w.

Pada saat menjelang kewafatan beliau, suatu hari Nabi mengatakan “Coba taruh saya di dalam bak, lalu siram seluruh tubuh saya dengan air hingga demannya redah” maka diboponglah Nabi oleh Sayyidina Abas dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib K.w untuk menuju masjid yang para sahabat sedang melakukan shalat. Sesampainyanya di masjid, di shaf pertama disingkaplah tabir yang menembus rumahnya Sayyidina Aisyah R.a, maka para sahabat gembira dan saat itu Sayyidina Abu Bakar selalu khusuk dalam shalat sampai para sahabat di belakang bertepuk tangan agar Sayyidina Abu Bakar menyadari kehadiran Rasulullah S.a.w dan saat itu barulah Sayyidina Abu Bakar mengetahui dan beliau ingin mundur tapi ditahan oleh Rasulullah S.a.w dan itulah perjumpaan dan akhir duduknya para sahabat bersama Rasulullah S.a.w. Dan suatu hari yang lain, Senin subuh Nabi dalam keadaan sakit payah, Nabi melihat para sahabat sedang shalat namun Nabi hanya melihat mereka dari balik jendela, maka para sahabat menoleh dan bergembira karena mereka berfikir Rasulullah S.a.w akan ikut berjamaah bersama mereka, saat itu Nabi hanya tersenyum dan melihat para sahabat dan itulah senyum terindah penuh cinta terakhir yang Rasulullah berikan untuk para sahabat, wajah yang penuh cahaya, segar dan indah saat itu.

Perpisahan terakhir Rasulullah S.a.w dengan para sahabat, waktu dhuha di hari yang sama wafatlah Rasulullah S.a.w, di katakan oleh Sayyidatuna Aisyah R.a, pada saat sakaratul maut Rasulullah S.a.w berada di pangkuannya, bersandar pada dadanya, lalu masuklah Sayyidatuna Fatimah “Sungguh jalannya Sayyidatuna Fatimah amat sangat meyerupai jalannya Rasulullah S.a.w” kata Sayyidatuna Aisyah R.a. Di bisikanlah Sayyidatuna Fatimah oleh Rasulullah S.a.w pada bisikan yang pertama beliau menangis dan pada bisikan yang kedua beliau tersenyum dan tertawa. Bertanyalah Sayyidatuna Aisyah R.a akan hal itu maka Sayyidatuna Fatimah berkata “Bahwa ayahku berkata bahwa ia akan wafat lalu aku menangis, dan ayahku berkata lagi engkau orang pertama dari keluargaku yang akan menyusul maka gembira lah aku”.

Lihatlah bagaimana pencinta sejati seperti Sayyidatuna Fatimah begitu gembira ketika dikatakan ia akan wafat menyusul ayahnya. Di katakan oleh Sayyidatuna Aisyah R.a bahwa saat sakaratul maut Rasulullah mengambil air yang ada di sampingnya dan membasuh wajahnya lalu mengatakan “La ilaha illallah” Ya Allah sesungguhnya dalam kematian ada saat-saat sakaratul maut yang teramat sakit, semoga Allah mempermudah kita untuk menghadapi sakaratul maut. Aminn

Jabatan, harta, popularitas, pengikut yang banyak takkan menjamin kita untuk melewati sakitnya sakarul maut. Hanya majelis yang seperti ini yang dapat meringankan sakitnya sakaratul maut, sebab cinta yang sudah kita jalin kepada baginda Nabi besar Muhammad S.a.w, saat sakaratul maut Rasulullah akan mengusap bagian yang telah tercabut ruh kita, Rasulullah S.a.w mengusapnya menghilangkan sakitnya. Seperti para orang-orang shaleh, wali-walinya Allah, Allah menghilangkan sakitnya sakartul maut sebab cintanya mereka kepada Rasulullah S.a.w. Semoga kita dapat merasakan apa yang orang-orang shaleh dapatkan.

Dikatakan juga di akhir hayatnya, Rasulullah pun bersiwak dan Sayyidatuna Aisyah R.a berkata “Tak pernah aku melihat seseorang yang bersiwak lebih indah dari pada saat terakhir Rasulullah S.a.w bersiwak” Diangkatlah tangan Rasulullah menuju ke langit dan beliau berkata “Menuju Pendamping Yang Tertinggi (yaitu Allah S.w.t)” lalu jatuh lah tangan Rasulullah S.a.w, itulah hembusan nafas terakhir Rasulullah S.a.w dan masuklah Sayyidina Abu Bakar diciumlah kening Rasulullah S.a.w dan ia pun berkata “Ya Rasulullah betapa wanginya engkau ketika hidup ataupun sudah wafat”.

Semoga Allah hilangkan rasa sakit saat-saat kita sakaratul maut sebab cinta, kerinduan dan ketakwaan kita kepada Allah S.w.t dan Rasulullah S.a.w, hingga perjumpaan kita dengan yang kita rindukan Rasulullah S.a.w. Aminn.

~ Habib Jindan bin Novel bin Salim bin Jindan ~
Majelis Rasulullah S.a.w - Peringatan Maulid Nabi Muhammad S.a.w 12 Rabiul Awwal 1436 H/Sabtu 3 Januari 2015. Monumen Nasional, Jakarta


Baca juga:
Maulid Nabi - Ungkapan Rasa Syukur Ummat
Kelahiran Nabi - Anugerah Terbesar


Maulid Dalam Goresan Pena Ulama

Maulid Dalam Goresan Pena Ulama


Selain dengan menghayati sunnah Baginda Nabi Muhammad SAW, sudah menjadi kelaziman di dunia Islam dalam menyambut hari kelahiran beliau dengan membaca kisah perjalanan hidup Rasulullah SAW yang terkandung dalam kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama. Diantara kitab termasyhur yang menceritakan sejarah hidup beliau dari mulai detik-detik kelahiran hingga wafatnya, adalah kitab yang ditulis oleh Sayyid Ja’far Al Barzanji, Syaikh Muhammad Al Azab, Imam Wajihuddin Abdur Rahman bin Muhammad Ad Dibai’, Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi, dll.

Masyarakat kita menamakan karya-karya tersebut sebagai kitab Maulid. Hingga kini berbagai kitab Maulid tersebar luas di berbagai pelosok dunia islam, tak terkecuali di negeri kita. Di masing-masing daerah ada kitab Maulid yang lebih dikenal atau lebih banyak dibaca dibandingkan dengan yang lainnya. Karena selalu digunakan, kitab-kitab itupun terus dicetak ulang dan tetap diminati orang. Ada yang tersendiri, satu kitab terdiri dari satu kisah Maulid, tapi adapula kitab yang berisi kumpulan beberapa kisah Maulid.

Kitab-kitab tersebut dibaca oleh masyarakat Islam dalam majelis-majelis tertentu, terutama dalam bulan Maulid Nabi. Sesungguhnya kitab-kitab tersebut ditulis dengan penuh keikhlasan oelh penulisnya. Tujuan mereka semata-mata untuk mengabadikan sejarah kehidupan Rasulullah SAW untuk generasi yang akan datang, agar Beliau terus dikenal, dicintai dan diteladani oleh ummatnya.

Karenanya, karya tulis mereka itu diterima dan diberkahi Allah SWT. Salah satu tanda bahwa suatu amalan diterima oleh Allah adalah, ia kekal di hati masyarakat. Begitulah kitab Al Barzanji, Ad Dibai’, Al Azab, Al Habsyi dan lain-lain, terus mendapat sambutan umat Islam dari masa ke masa. Bukan saja di kawasan Nusantara, melainkan juga hampir diseluruh dunia. Tradisi membaca kitab Maulid kemudian tidak hanya berlaku di majelis peringatan Maulid atau pada bulan Maulid, melainkan juga pada bulan-bulan lain dan dalam berbagai kesempatan.

Di dalam Musnadnya, Imam Ahmad menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud (yang diterima melalui perawi-perwai yang terpercaya), “Apa-apa yang dianggap haq (benar) oleh sebagian besar umat Islam, itulah yang diridhai Allah, dan apa-apa yang dianggap batil (salah) oleh sebagian besar umat Islam, ia batil (salah) disisi Allah.”

Ulama Penyusun Kitab Maulid
Terlalu banyak ulama yang menulis kitab-kitab yang berkenaan dengan Maulid, yang ditulis dama berbagai bentuk penulisan, baik prosa maupun puisi. Ada yang singkat, sedang dan adapula yang panjang lebar. Menurut Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki dalam kitabnya Hawl Al Ihtifal bi Dzikr Al Mawlid an Nabawiy As Syarif, karena banyaknya ulama yang menulis itu, sulit untuk merincinya. Meskipun demikian, kata beliau selanjutnya, sebagian kitab itu memang lebih utama dibandingkan yang lain.

Berikut ini akan disebutkan sebagian saja dari mereka, terutama para huffaz al hadits (para penghafal hadits) dan imam-imam terkemuka. Meskipun hanya sebagian kecil dari seluruh ulama yang telah menulis tentang tema ini, sesungguhnya itu cukup menjadi petunjuk akal pikiran umat Islam akan keutamaan dan kemulian Maulid Nabi.

Iniliah nama-nama yang disebutkan oleh Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki dalam kitabnya itu:

1. Al Imam Al Muhaddits Al Hafizh Abdurrahman bin Ali, yang terkenal dengan sebutan Al Faraj Ibnul Jauzi (wafat tahun 597 H), dengan kitab Maulidnya yang masyhur yang dinamakan Al ‘Arus. Kitab ini telah dicetak di Mesir berulang kali.

2. Al Imam Al Muhaddits Al Musnid Al Hafizh Abu Al Khaththab Umar bin Ali bin Muhammad, yang terkenal dengan sebutan Ibn Dahyan Al Kalbi (wafat tahun 633 H). Beliau mengarang satu kitab Maulid dengan tahqiq (editan) yang amat berfaedah, yang dinamakan At Tanwir Fi Maulid Al Basyir an Nadzir.

3. Al Imam Syaikh Al Qurra wa Imam Al Qiraat Al Hafizh Al Muhaddits Al Musnid Al Jami’ Abul Khair Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Al Juzuri As Syafi’i (wafat tahun 660 H). Kitab Maulidnya dalam bentuk manuskrip berjudul Urf At Ta’rif bi Al Maulid As Syarif.

4. Al Imam Al Mufti Al Muarrikh Al Muhaddits Al Hafizh Imaduddin Imail bin Umar bin Katsir, penyusun tafsir dan kitab sejarah yang terkenal (wafat tahun 774 H). Ibnu Katsir telah menyusun satu kitab Maulid Nabi yang telah diterbitkan dan di tahqiq oleh Dr. Shalahuddin Al Munjid, kemudian kitab Maulid ini disyarahkan oleh Al Allamah Al Faqih As Sayyid Muhammad bin Salim Al Hafidz, mufti Tarim, dan diberi syarah pula oleh Al Muhaddits As Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki, dan telah diterbitkan di Syria tahun 1387 H.

5. Al Imam Al Kabir wa Al Alim As Syahir Hafizh Al Islam wa Umdah Al Anam wa Marja’ Al Muhadditsin Al ‘Alam Al Hafizh Abdur Rahim bin Abdur Rahman Al Mishri, yang terkenal dngan Al Hafizh Al Iraqi (725-808 H). Maulidnya yang mulia dinamakan Al Maurid Al Hana yang telah disebutkan oleh banyak hafizh seperti Ibn Fahd dan As Suyuthi.

6. Al Imam Al Muahddits Al Hafizh Muhammad bin Abi Bakar bin Abdillah Al Qisi Ad Dimasyqi As Safi’i, yang terkenal dengan sebutan Al Hafizh bin Nashiruddin Ad Dimasyqi (777-842H ). Beliau adalah ulama yang terkenal dalam membela Ibn Taymiyah, bahkan menulis kitab dalam menjawab berbagai tuduhan atas Ibn Taymiyah, Beliau telah menulis beberapa kitab Maulid, diantaranya Jami’ Al Atsar fi Maulid An Nabiy Al Mukhtar dalam 3 Jilid, Al Lafzh Ar Raiq fi Maulid Khair Al Khaliq berbentuk ringkasan, Maurid Ash Shadiy fi Maulid Al Hadi.

7. Al Imam Al Urraikh Al Kabir wa Al Hafizh Asy Syahir Muhammad bin Abdur Rahman Al Qahiri, yang terkenal dengan sebutan Al Hafizh As Sakhawi (831-902 H), yang mengarang kitab Adh-Dhau’ Al Lami’ dan kitab-kitab lain. Kitab Maulid yang disusunnya adalah Al Fakhr Al ‘Alawi fi Maulid An Nabawi. Itu beliau sebutkan dalam kitabnya yang lain, Adh-Dhaul Lami’ (juz 8, hlm.18).

8. Al Allamah Al Faqih As Sayyid Ali Zainal Abidin As Samhudi Al Hasani, pakar sejarah dari Madinah Al Munawwarah (wafat tahun 911 H). Kitab Maulidnya yang ringkas dinamakan Al Mawarid Al Haniyyah fi Maulid Khair Al Bariyyah. Kitab ini ditulis dengan khat nasakah (salah satu gaya tulisan arab) yang cantik san bias didapat di perpustakaan-perpustakaan di Madinah, Mesir dan Turki.

9. Al Hafizh Wajihuddin Abdur Rahman bin Ali bin Muhammad Asy Syaibani Al Yamani Az Zabidi Asy Syafi’i, yang terkenal dngan sebutan Ad Dibai’. Beliau yang lahir pada bulan Muharram 866 H dan meninggal dunia pada hari Jum’at 12 Rajab 944 H, adalah salah seorang Imam di zamannya dan termasuk ulama puncak di kalangan ahli hadits. Beliau telah membaca Shahih Bukhari lebih dari seratus kali, dan pernah membacanya sekali dalam waktu enam hari.

Beliau telah menyusun maulid yang amat termasyhur dan dibaca diseluruh dunia, yakni Maulid Ad Dibai’. Maulid ini juga telah ditahqiq dan diberi syarah oleh Al Muhaddits As Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki.

10. Al Allamah Al Faqih Al Hujjah Syihabuddin Ahmad bin Hajar Al Haitami (wafat tahun 974 H). Beliau adalah mufti mazhab Syafi’i di Mekkah Al Mukarromah. Beliau telah mengarang kitab Maulid yang sederhana (71 pasal) dengan tulisan khat nasakh yang jelas, bias didapat di Mesir dan Turki. Beliau memberinya judul Itmam An Ni’mah ‘Ala Al ‘Alam bi Maulid Sayyidi Waladi Adam.

Selain itu beliau juga menulis lagi satu kitab Maulid yang ringkas yang telah diterbitkan di Mesir dengan nama An Ni’mah Al Kubra ‘Ala Al ‘Alam fi Maulid Sayyidi Waladi Adam. As Syaikh Ibrahim Al Bajuri telah mensyarahnya dan dinamakan Tuhfah al Basyar ‘Ala Maulid Ibn Hajar.

11. Al ‘Allamah Al Faqih Asy Syaikh Muhammad bin Ahmad Asy Syarbini Al Khatib (wafat tahun 977 H). Kitab Maulidnya dalam bentuk manuskrip sebanyak 50 halaman dengan tulisan yang kecil tetapi tetap dapat dibaca.

12. Al ‘Allamah Al Muhaddits Al Musnid Al Faqih Asy Syaikh Nuruddin Ali bin Sultan Al Harawi, yang terkenal dengan sebutan Al Mula Ali Al Qari (wafat tahun 1014 H), yang mensyarah kitab Al Misykat. Beliau juga mengarang kitab Maulid dengan judul Al Maulid Ar Rawi fi Al Maulid An Nabawi. Kitab ini juga telah ditahqiq dan diberi syarah oleh Al Muhaddits As Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki dan dicetak di Mathba’ah As Sa’adah Mesir tahun 1400 H/1980 M.

13. Al ‘Allamah Al Muhaddits Al Musnid As Sayyid Ja’far bin Hasan bin Adul Karim Al Barzanji, mufti mazhab Syafi’I di Madinah Al Munawwarah, ada perbedaan mengenai tahun wafatnya, 1177 H atau 1184 H. Beliau adalah penyusun Maulid yang sangat termasyhur, yakni Maulid Al Barzanji. Sebagian ulama menyatakan judul sebenarnya kitab ini ialah ‘Iqd Al Jauhar fi Maulid An Nabiy Al Azhar.

Ini merupakan Maulid yang paling luas tersebar dinegara-negara Arab dan Negara-negara muslim lainnya, di timur dan abarat. Malah dihafal dan dibaca oleh orang-orang Arab dan ‘Ajam pada pertemuan-pertemuan mereka.

14. Al ‘Allamah Abu Al Barakat Ahmad bin Muhammad bi Ahmad Al ‘Adawi yang terkenal dengan sebutan Ad Dardir (wafat tahun 1201 H). Kitab Maulidnya yang ringkas telah dicetak di Mesir dan terdapat syarah yang luas terhadapnya oleh Syaikhul Islam di Mesir, Al Allamah As Syaikh Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al Baijuri atau Al Bajuri (wafat tahun 1277 H).

15. Al ‘Allamah As Syaikh Abdul Hadi Naja Al Abyari Al Mishri (wafat tahun 1305 H). Beliau mengarang kitab Maulid yang ringkas, masih dalam bentuk manuskrip.

16. Al Imam Al ‘Arif Billah Al Muhaddits Al Musnid As Sayyid As Syarif Muhammad bin Ja’far Al Kattani Al Hasani (wafat tahun 1345 h). Kitab Maulidnya, berjudul Al Yumn wa Al Is’ad bi Maulid Khair Al ‘Ibad dalam 60 halaman, telah diterbitkan di Maghribi pada tahun 1345 H.

17. Al ‘Allamah Al Muhaqqiq Asy Syaikh Yusuf An Nabhani (wafat tahun 1350 H). Kitab Maulidnya dalam bentuk susunan bait dinamakan Jawahir An Nazhm Al Badi’ fi Maulid As Syafi’I, diterbitkan di Beirut berulang kali.

Disamping nama-nama ulama di atas, seorang ulama besar, yaitu Al Imam Al ‘Allamah Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi, juga menyusun sebuah kitab Maulid yang berjudul Simthud Durar. Saat ini ktab Maulid sangat populer di tengah-tengah masyarakat Indonesia pada umumnya disamping kitab Maulid Al Barzanji, yang memeng jauh lebih dulu tersebar di pelosok Nusantara.

Di Era sekarang inipun, Al ‘Allamah Al Habib Umar bin Hafidz juga telah menambah khzanah kepustakaan kitab Maulid Nabi dengan menuliskan sebuah kitab Maulid yang diberinya judul Ad-Dhiya’ Al Lami’.

Majalah Alkisah No.07/Tahun VI

Maulid Nabi - Memuliakan Kelahiran Nabi Muhammad S.A.W

Maulid Nabi - Memuliakan Kelahiran Nabi Muhammad S.A.W

"Umat Islam merayakan Maulid Nabi sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada Beliau S.a.w, juga merupakan wujud pengungkapan rasa bahagia dan syukur atas rahmat terbesar dari Allah S.w.t, yaitu Rasulullah S.a.w"

Ketika memasuki bulan Rabiul Awwal, umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad S.a.w dengan berbagai cara, baik dengan cara yang sederhana maupun dengan cara yang cukup meriah. Pembacaan shalawat, Barzanji dan pengajian pengajian yang mengisahkan sejarah Nabi S.a.w menghiasi hari-hari pada bulan mulia itu.

Sekitar lima abad yang lalu, pertanyaan seperti itu juga muncul. Dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi (849 H – 911 H) menjawab bahwa perayaan Maulid Nabi S.a.w boleh dilakukan. Sebagaimana dituturkan dalam Al-Hawi lil Fatawi: “Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi S.a.w pada bulan Rabiul Awwal, bagaimana hukumnya menurut syara’. Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak?"

Beliau menjawab: "Menurut saya bahwa asal perayaan Maulid Nabi S.a.w, yaitu manusia berkumpul, membaca Al Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi S.a.w sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmnti bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu termasuk bid’ah al-hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi S.a.w, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad S.a.w yang mulia”. (Al-Hawi lil Fatawi, juz I, halaman 251-252).

Jadi, sebetulnya hakikat perayaan Maulid Nabi S.a.w itu merupakan bentuk pengungkapan rasa bahagia dan syukur atas terutusnya Nabi Muhammad S.a.w ke dunia ini. Yang diwujudkan dengan cara mengumpulkan orang banyak. Lalu diisi dengan pengajian keimanan dan keislaman, mengkaji sejarah dan akhlaq Nabi S.a.w untuk diteladani. Pengungkapan rasa gembira itu memang dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan anugerah dari Tuhan. Sebagaimana Firman Allah S.w.t :

Katakanlah (wahai Nabi Muhammad): "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.". (QS Yunus: 58).

Ayat ini, jelas-jelas menyuruh kita umat Islam untuk bergembira dengan adanya rahmat Allah S.w.t. Sementara Nabi Muhammad S.a.w adalah rahmat atau anugerah Tuhan kepada manusia yang terbesar dan teragung, tiada taranya. Sebagaimana firman Allah S.w.t:

"Dan tiadalah Kami mengutus engkau (wahai Nabi Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.". (QS al-Anbiya’:107).

Sesunggunya, Perayaan Maulid itu sudah ada dan telah lama dilakukan oleh umat Islam. Benihnya sudah ditanam sendiri oleh Rasulullah S.a.w. Dalam sebuah hadits diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Anshari R.a bahwa Rasulullah S.a.w pernah ditanya tentang puasa Senin. Maka Beliau menjawab:

“Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.”. (HR Muslim)

Betapa Rasulullah S.a.w begitu memuliakan hari kelahirannya. Beliau bersyukur kepada Allah S.w.t pada hari tersebut atas karunia Tuhan yang telah menyebabkan keberadaannya. Rasa syukur itu Beliau ungkapkan dengan bentuk puasa.

Paparan ini menyiratkan bahwa merayakan kelahiran (maulid) Nabi Muhammad S.a.w termasuk sesuatu yang boleh dilakukan. Apalagi perayaan Maulid itu isinya adalah bacaan shalawat, baik Barzanji atau Diba’, sedekah dengan beraneka makanan, pengajian agama dan sebagainya, yang merupakan amalan-amalan yang memang dianjurkan oleh Syari’at Islam. Abuya Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki mengatakan:

“Pada pokoknya, berkumpul untuk mengadakan Maulid Nabi merupakan sesuatu yang sudah lumrah terjadi. Tapi hal itu termasuk kebiasaan yang baik yang mengandung banyak kegunaan dan manfaat yang (akhirnya) kembali kepada umat sendiri dengan beberapa keutamaan (di dalamnya). Sebab, kebiasaan seperti itu memang dianjurkan oleh syara’ secara parsial (bagian bagiannya)”

“Sesungguhnya perkumpulan ini merupakan sarana yang baik untuk berdakwah. Sekaligus merupakan kesempatan emas yang seharusnya tidak boleh punah. Bahkan menjadi kewajiban para da’i dan ulama untuk mengingatkan umat kepada akhlaq, sopan santun, keadaan sehari-hari, sejarah, tata cara bergaul dan ibadah Nabi Muhammad S.a.w. Dan hendaknya mereka menasehati dan memberikan petunjuk untuk selalu melakukan kebaikan dan keberuntungan. Dan memperingatkan umat akan datangnya bala’ (ujian), bid’ah, kejahatan dan berbagai fitnah”. (Mafahim Yajib an Tushahhah: 224-226)

Maka sudah sewajarnya kalau umat Islam merayakan Maulid Nabi S.a.w sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad S.a.w. Dan juga karena isi perbuatan tersebut secara satu persatu, yakni membaca shalawat, mengkaji sejarah Nabi S.a.w, sedekah, dan lain sebagainya merupakan amalan yang memang dianjurkan dalam Syari’at Islam.

~ www.alkisah web.id ~


Chord dan Lirik

Ulasan Film

ad2

Keimanan dan Keyakinan

Olahan Makanan

Tempo Doeloe

Tips dan Trik

Explore Indonesia

Broker Kripto